06 Agustus 2009

Ramadhan Kariim


dakwatuna.com - Alhamdulillah, do’a-do’a kita dikabulkan Allah swt. Kita dipertemukan dengan Ramadhan untuk yang kesekian kalinya. Kita tetap berdo’a, semoga Ramadhan tahun ini menjadi Ramadhan yang terbaik bagi kita di sisi Allah swt.

Ikhwah dan akhawat fillah, pengunjung situs www.dakwatuna.com yang dimuliakan Allah SWT, kami mengucapkan:

“Selamat Menunaikan Ibadah Ramadhan 1429 H. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita, kepada Anda dan umat Islam semua kebaikan, kemudahan, keberkahan, ampunan, rahmat dan pembebasan dari api neraka.” Amin

Menyambut Ramadhan adalah dengan menyiapkan jiwa dan mengkondisikan qalbu, dengan melaksanakan taubatan nashuha, taubat yang sebenarnya.

Muslim dan muslimah hendaknya memasuki Ramadhan dalam keadaan bertaubat, beristighfar, dan kembali kepada Tuhannya, dengan niat yang benar dan tekad yang kuat.

Tidak sedikit umat muslim sebelum kedatangan Ramadhan menyiapkan hanya dengan sesuatu yang melezatkan fisik berupa aneka makanan dan minuman, padahal Ramadhan adalah bulan shaum atau puasa.

Allah swt. menghadirkan bulan ini adalah dalam rangka menyiapkan qalbu dan jiwa untuk bertaqwa. Allah swt. berfirman:

يا أيها الذين آمنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” Al Baqarah:183

Saudaraku, bulan Ramadhan merupakan bulan “semi bagi kehidupan lebih Islami”, karena kehidupan begitu berubah segalanya.

Akal berubah, dengan ilmu dan pengetahuan. Bulan Ramadhan adalah bulan kajian dan ceramah. Qalbu berubah, dengan membaca Al Qur’an, dzikir, dan do’a. Fisik berubah, pencernaan menjadi lebih stabil dan normal, sehingga lebih sehat, karena faktor sakit lebih banyak disebabkan oleh pencernaan atau makanan.

Bulan Ramadhan adalah bulan dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka. Dengan demikian, bulan ini memberi pengaruh besar bagi kehidupan umat muslim, mereka terdorong untuk memperbanyak amal kebaikan, mempersedikit keburukan, bahkan manusia berlomba dalam memberi sedekah.

Kebanyakan umat muslim mengeluarkan zakat, infaq, dan sedekahnya di bulan Ramadhan, sehingga mereka memperoleh kelipatan pahala.

حديث رسول الله (ص) “من أدى فيه فريضة كان كمن أدى سبعين فريضة فيما سواه”

Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa melaksanakan kewajiban, baginya seperti orang yang melaksanakan tujuh puluh kewajiban di luar Ramadhan.”

Puasa Itu Memang untuk Orang-Orang Beriman


dakwatuna.com – Hai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertakwa“. (Al-Baqarah: 183)

Ramadhan adalah ” الشهر كله “, bulan segala kebaikan: bulan ampunan, bulan tarbiyah (pembinaan), bulan dzikir dan doa, bulan Al-Qur’an, bulan kesabaran, bulan dakwah dan jihad. Masih banyak lagi makna-makna lain bulan Ramadhan yang memberikan tambahan kebaikan dan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan dunia dan akhirat kaum beriman.

Seluruh kebaikan dan keutamaan itu, dalam bahasa Rasulullah, diistilahkan dengan ‘syahrun mubarak‘. Ini seperti yang tersebut dalam sebuah haditsnya, “Akan datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan mubarak. Allah mewajibkan di dalamnya berpuasa. Pada bulan itu dibukakan untuk kalian pintu-pintu surga dan ditutup pintu-pintu neraka, setan-setan dibelenggu, serta pada salah satu malamnya terdapat malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yaitu lailatul qadar. Barangsiapa yang terhalang untuk mendapatkan kebaikan di bulan itu, maka ia telah terhalang selamanya.” (Ahmad dan Nasa’i)

Mubarak dalam konteks Ramadhan artinya ‘ziyadatul khairat‘, bertambahnya pahala yang dijanjikan oleh Allah bagi para pemburu kebaikan dan semakin sempitnya ruang dan peluang dosa dan kemaksiatan di sepanjang bulan tersebut. Sungguh satu kesempatan yang tiada duanya dalam setahun perjalanan kehidupan manusia.

Ayat di atas yang mengawali pembicaraan tentang puasa Ramadhan jika dicermati secara redaksional mengisyaratkan beberapa hal, di antaranya: pertama, hanya ayat puasa yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’. Sungguh bukti kedekatan dan sentuhan Allah terhadap hambaNya yang beriman dengan mewajibkan mereka berpuasa, tentu tidak lain adalah untuk meningkatkan derajat mereka menuju pribadi yang bertakwa ‘La’allakum tattaqun‘.

Ibnu Mas’ud ra merumuskan sebuah kaidah dalam memahami ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘Hai orang-orang yang beriman’, “Jika kalian mendengar atau membaca ayat Al-Qur’an yang diawali dengan seruan ‘hai orang-orang yang beriman‘, maka perhatikanlah dengan seksama; karena setelah seruan itu tidak lain adalah sebuah kebaikan yang Allah perintahkan, atau sebuah keburukan yang Allah larang.” Keduanya, perintah dan larangan, diperuntukkan untuk kebaikan orang-orang yang beriman. Memang hanya orang yang beriman yang mampu berpuasa dengan baik dan benar.

Kedua, bentuk perintah puasa dalam ayat di atas merupakan bentuk perintah tidak langsung dengan redaksi yang pasif: ‘telah diwajibkan atas kalian berpuasa‘. Berbeda dengan perintah ibadah yang lainnya yang menggunakan perintah langsung, misalnya shalat dan zakat: ‘Dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat‘. Demikian juga haji: ‘Dan sempurnakanlah haji dan umrah kalian karena Allah‘. Redaksi sedemikian ini memang untuk menguji sensitifitas orang-orang yang beriman bahwa bentuk perintah apapun dan dengan redaksi bagaimanapun pada prinsipnya merupakan sebuah perintah yang harus dijalankan dengan penuh rasa ‘iman‘ tanpa ada bantahan sedikitpun, kecuali pada tataran teknis aplikasinya.

Ketiga, motivasi utama dalam menjalankan perintah beribadah dari Allah sesungguhnya adalah atas dasar iman -lihat yang kalimat ‘Hai orang-orang yang beriman‘– bukan karena besar dan banyaknya pahala yang disediakan. Sebab, pahala itu rahasia dan hak prerogatif Allah yang tentunya sesuai dengan tingkat kesukaran dan kepayahan ibadah tersebut. Rasulullah saw. bersabda, “Pahala itu ditentukan oleh tingkat kesukaran dan kepayahan seseorang menjalankan ibadah tersebut.”

Dalam konteks ini, hadits yang seharusnya memotivasi orang yang beriman dalam berpuasa yang paling tinggi adalah karena balasan ampunan ‘maghfirah‘ yang disediakan oleh Allah swt. Bukan balasan yang sifatnya rinci seperti yang terjadi pada hadits-hadits lemah atau palsu seputar puasa, karena tidak ada yang lebih tinggi dari ampunan Allah baik dalam konteks shiyam (puasa) maupun qiyam (shalat malam) di bulan Ramadhan. Rasulullah bersabda tentang shiyam, “Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan semata-mata mengharapkan ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu”. (Muttafaqun Alaih). Dengan redaksi yang sama, Rasulullah bersabda juga tentang qiyam di bulan Ramadhan, “Barangsiapa yang shalat malam (qiyam) di bulan Ramadhan karena iman dan semata mengharapkan ridha Allah, maka sungguh ia telah diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (Muttafaqun Alaih). Demikian juga doa yang paling banyak dibaca oleh Rasulullah di bulan puasa adalah “Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf dan mencintai maaf, maka maafkanlah aku.” Ampunan Allahlah yang menjadi kunci dan syarat utama seseorang dimasukkan ke dalam surga.

Yang juga menarik untuk ditadabburi adalah ibadah puasa merupakan ibadah kolektif para umat terdahulu sebelum Islam; ‘sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian‘. Hal ini menunjukkan bahwa secara historis, puasa merupakan sarana peningkatan kualitas iman seseorang di hadapan Allah yang telah berlangsung sekian lama dalam seluruh ajaran agama samawi-Nya. Puasalah yang telah mampu mempertahankan dan bahkan meningkatkan sisi kebaikan umat terdahulu yang kemudian dikekalkan syariat ini bagi umat akhir zaman. Prof. Mutawalli Sya’rawi menyimpulkan bahwa syariat puasa telah lama menjadi ‘rukun ta’abbudi‘ pondasi penghambaan kepada Allah dan merupakan instrumen utama dalam pembinaan umat terdahulu. Dalam bahasa Rasulullah saw. seperti termaktub dalam haditsnya, “Puasa adalah benteng. Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa pada hari tersebut, maka janganlah ia berkata kotor atau berbuat jahat. Jika ada seseorang yang mencaci atau mengajaknya berkelahi, maka hendaklah ia mengatakan (dengan sadar): ‘Aku sedang berpuasa’.” (Bukhari Muslim)

Ungkapan ‘agar kalian menjadi orang yang bertakwa‘ pada petikan terakhir ayat pertama dari ayat puasa merupakan harapan sekaligus jaminan Allah bagi ‘orang-orang yang beriman‘ dalam seluruh aspek dan dimensinya secara totalitas. Sebab, mereka akan beralih meningkat menuju level berikutnya, yaitu pribadi yang muttaqin yang tiada balasan lain bagi mereka melainkan surga Allah tanpa ‘syarat‘ karena mereka telah berhasil melalui ujian-ujian perintah dan larangan ketika mereka berada pada level mukmin. Allah swt. berfirman tentang orang-orang yang bertakwa, “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di dalam surga dan kenikmatan.” (Ath-Thur: 17). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di taman-taman surga dan di mata air-mata air.” (Adz-Dzariyat: 15). “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa akan berada di tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman dan mata air-mata air.” (Ad-Dukhan: 51-52)

Itulah hakikat kewajiban puasa yang tersebut pada ayat pertama dari ayatush shiyam: perintah puasa adalah ditujukan untuk orang yang beriman. Berpuasa hanya akan mampu dijalankan dengan baik dan benar oleh orang-orang yang benar-benar beriman. Motivasi menjalankan amaliah Ramadhan juga karena iman. Orang-orang beriman yang sukses akan diangkat oleh Allah menuju derajat yang paling tinggi di hadapan-Nya, yaitu muttaqin. Semoga kita termasuk yang akan mendapatkan predikat muttaqin setelah sukses menjalankan ibadah Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisaban.

Puasa Dan Al-Quran


Oleh: Dr. Attabiq Luthfi, MA

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. (Al-Baqarah: 185)

Ayat ini adalah ayat ketiga dari rangkaian ayat puasa yang berjumlah 4 ayat dan tersusun secara runtut dalam satu surah, yaitu surah Al-Baqarah ayat 183-187 (dikurangi ayat 186). Ayat ini menjelaskan waktu kewajiban berpuasa yaitu bulan Ramadhan yang belum disebutkan pada dua ayat sebelumnya. Sekaligus ayat ini menghapus keringanan tidak berpuasa bagi orang yang muqim dan sehat yang disebutkan pada ayat sebelumnya. Sehingga siapapun yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, kecuali bagi yang sakit atau dalam perjalanan ia diberi keringanan untuk tidak berpuasa, tetapi harus menggantinya pada hari-hari yang lain sebanyak hari yang ditinggalkannya itu. Namun tetap kaidah dasar syariat Islam adalah Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.

Makna yang patut digali dari ayat ini adalah keterkaitan yang erat antara puasa dan Al-Qur’an. Tercatat hanya ayat ini yang menggandingkan puasa dengan turunnya Al-Qur’an; Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Ibnu Katsir menyebutkan korelasi ini dalam tafsirnya: ”Allah memuji Ramadhan sebagai bulan yang dipilih untuk diturunkan kitab suciNya yang agung. Bahkan seluruh kitab-kitab samawi yang lain juga diturunkan di bulan Ramadhan seperti yang terungkap dalam riwayat imam Ahmad bahwa Rasulullah saw bersabda: “Shahifah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada hari (malam) keenam bulan Ramadhan, Injil diturunkan pada hari (malam) ketiga belas bulan Ramadhan, Zabur diturunkan pada malam kedelapan belas Ramadhan, sedangkan Al-Qur’an diturunkan pada malam kedua puluh empat bulan Ramadhan”. (Musnad Ahmad, 4/107)

Namun menurut Asy-Syaukani, dalam konteks penurunan Al-Qur’an, ayat ini masih bersifat umum karena tidak menjelaskan waktu yang pasti tentang turunnya Al-Qur’an. Surah Al-Qadar ayat 1 dan surah Ad-Dukhan ayat 3 itulah yang menjadi penjelas bagi ayat ini: “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam yang penuh dengan keberkahan, yaitu malam Lailatul Qadar”.

Penjelasan inipun sebenarnya masih memerlukan penjelasan lebih rinci, karena kepastian tanggal turunnya Al-Qur’an masih belum disebutkan. Spesifikasi yang disebutkan Al-Qur’an hanya terbatas pada bulan diturunkannya Al-Qur’an yaitu bulan Ramadhan yang dispesifikasi kembali dengan malam Lailatul Qadar. Tapi kapan itu terjadi masih menjadi perdebatan hangat diantara para ulama. Namun mereka sepakat bahwa maksud turunnya Al-Qur’an di bulan Ramadhan adalah turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke Baitul Izzah di langit dunia. Sehingga penurunan Al-Qur’an menurut Imam Suyuthi terjadi dalam dua tahap, yaitu pertama, turunnya Al-Qur’an dari Lauh Mahfudz ke langit dunia secara sekaligus dan kedua, turunnya Al-Qur’an kepada Rasulullah secara berperiodik. Untuk memahami kedua bentuk turunnya Al-Qur’an tersebut, Al-Qur’an menggunakan redaksi yang berbeda. Redaksi Anzala (Inzal) untuk menunjukkan turunnya Al-Qur’an secara sekaligus dari Lauh Mahfudz ke Langit dunia dan redaksi Nazzala (Tanzil) untuk menunjukkan penurunan Al-Qur’an secara berangsur-angsur.

Dalam pembahasan tanggal turunnya Al-Qur’an, terdapat beberapa riwayat yang bisa dijadikan acuan. Riwayat Ibnu Abbas seperti yang dinukil oleh Ibnu katsir menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada malam pertengahan bulan Ramadhan ke Baitul Izzah di Langit dunia kemudian diturunkan secara berangsur-angsur kepada nabi Muhammad dalam kurun waktu 20 tahun. Secara lebih lengkap imam Ahmad meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Shahifah Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada hari (malam) keenam bulan Ramadhan, Injil diturunkan pada hari (malam) ketiga belas bulan Ramadhan, Zabur diturunkan pada malam kedelapan belas Ramadhan, sedangkan Al-Qur’an diturunkan pada malam kedua puluh empat bulan Ramadhan”. Dalam riwayat Jabir bin Abdullah dibedakan bahwa Zabur diturunkan pada malam kedua belas. (Musnad Ahmad, 4/107)

Jika riwayat Imam Ahmad dijadikan acuan, maka akan lebih menepati dengan kemungkinan besar terjadinya malam Lailatul Qadar yang banyak disebutkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya. Misalnya: ”Carilah malam Lailatul Qadar itu di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”. Atau ”Carilah malam Lailatul Qadar itu di tanggal ganjil pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan”. (H.R. Bukhari).

Korelasi kedua yang bisa ditemukan antara Al-Qur’an dan puasa adalah bahwa keduanya merupakan sarana (wasilah) mendapatkan syafaat kubro di hari kiamat nanti. Tersebut dalam hadits Abdullah bin Umar yg diriwayatkan oleh Imam Ahmad (13/375) bahwa Rasulullah saw bersabda: “Puasa dan Al-Qur’an keduanya akan memberi syafaat kepada hamba Allah pada hari kiamat. Puasa berkata: ya Allah, aku menghalanginya dari makan, minum dan syahwat di siang hari, maka berilah syafaat untuknya karena aku. Al-Qur’an pun berkata: ya Rabbi, aku telah telah menahannya dari tidur di malam hari (karena membaca aku), maka berilah ia syafaat karena aku”. Maka akhirnya keduanya menjadi wasilah untuk medapatkan syafaat Allah swt.

Jika korelasi ini difahami dengan baik, maka pemaknaan yang luhur dari bulan Ramadhan adalah Syahrul Qur’an; bulan berinteraksi dan bergaul dengan Al-Qur’an sebaik dan seintens mungkin selain dari makna syahrus shobr (bulan melatih bersabar), syahrul infaq (bulan berinfak), syahrul maghfiroh (bulan ampunan), syahrut tarbiyah (bulan pembinaan), syahrul ibadah (bulan peningkatan ibadah), syahrul jihad (bulan perjuangan) dan lain sebagainya. Namun kenyataannya, makna Ramadhan sebagai syahrul Qur’an masih belum teraplikasikan dengan baik. Padahal pilihan Allah tentang Ramadhan sebagai bulan kewajiban puasa dan bulan penurunan Al-Qur’an tentu tidak lepas dari makna ini. Justru keberkahan Al-Qur’an yang dijanjikan oleh Allah akan lebih terasa di bulan Ramadhan yang penuh berkah ini (syahrun mubarak). “Inilah kitab penuh berkah yang Kami turunkan kepada engkau (Muhammad) agar mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan menjadikannya sebagai bahan peringatan bagi orang-orang yang berakal”. (Shad:29)

Saatnya momentum Ramadhan dijadikan momentum untuk memperbaiki dan meningkatkan keberAl-Qur’anan kita. Bukankah ukuran kebaikan seseorang tergantung dengan tingkat interaksinya dengan Al-Qur’an seperti yang dinyatakan dalam hadits Ibnu Mas’ud, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. Mempelajari dan mengajarkan disini tidak terbatas dalam konteks bacaan, tetapi lebih dari itu: mempelajari dan mengajarkan nilai dan ajaran Al-Qur’an secara utuh dan menyeluruh. Bahkan posisi dan kedudukan seseorang di dalam syurga juga terkait erat dengan tingkat keberAl-Qur’anannya. Karena pada hari kiamat nanti setiap orang akan diminta untuk membacakan Al-Qur’an: “Bacalah dan terus tingkatkan seperti kamu membaca di dunia, karena tingkat dan kedudukanmu di syurga ditentukan oleh kualitas dan kuantitas interaksi kamu dengan Al-Qur’an.

Tidak berlebihan untuk kita mulai membangun pribadi qur’ani yang akan berlanjut kepada membangun keluarga qur’ani yang mudah-mudahan dari sini akan lahir masyarakat qur’ani dan jayl qur’an (generasi qur’an) yang mutamayyiz dan farid “unik dan berbeda” karena mereka adalah kekasih Allah dan orang pilihannya. Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya bagi Allah kekasihnya dari manusia. Mereka adalah para pembawa Al-Qur’an. Merekalah kekasih Allah dan orang pilihannNya”. (H.R. Al-Hakim)

KEUTAMAAN MENGHATAM AL-QUR'AN

Oleh: Tim dakwatuna.com


Dari Ibnu Abbas r.a., beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi)

Generasi sahabat dapat menjadi generasi terbaik (baca; khairul qurun) adalah karena mereka memiliki ihtimam yang sangat besar terhadap Al-Qur’an. Sayid Qutub dalam bukunya Ma’alim Fii Ath-Thariq menyebutkan tiga faktor yang menjadi rahasia mereka mencapai generasi terbaik seperti itu. Pertama karena mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai satu-satunya sumber pegangan hidup, sekaligus membuang jauh-jauh berbagai sumber-sumber kehidupan lainnya. Kedua, ketika membacanya mereka tidak memiliki tujuan-tujuan untuk tsaqafah, pengetahuan, menikmati keindahan ataupun tujuan-tujuan lainnya. Namun tujuan mereka hanya semata-mata untuk mengimplementasikan apa yang diinginkan Allah dalam kehidupan mereka. Ketiga, mereka membuang jauh-jauh segala hal yang berhubungan dengan masa lalu ketika jahiliyah. Mereka memandang bahwa Islam merupakan titik tolak perubahan, yang sama sekali terpisah dengan masa lalu, baik yang bersifat pemikiran ataupun kebudayaan.

Tilawatul qur’an; itulah kunci utama kesuksesan mereka. Imam Syahid Hasan Al-Banna mengatakan, “Usahakan agar Anda memiliki wirid harian yang diambil dari kitabullah minimal satu juz per hari dan berusahalah agar jangan mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sebulan dan jangan kurang dari tiga hari.”

Keutamaan Membaca al-Qur’an

Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi memaparkan hadits-hadits yang berkenaan dengan keutamaan membaca Al-Qur’an. Di antaranya:

1. Akan menjadi syafaat bagi pembacanya di hari kiamat.

Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim)

2. Mendapatkan predikat insan terbaik.

Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi)

3. Mendapatkan pahala akan bersama malaikat di akhirat, bagi yang mahir mambacanya.

Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim)

4. Mendapatkan pahala dua kali lipat, bagi yang belum lancar.

“Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim)

5. Akan diangkat derajatnya oleh Allah

Dari Umar bin Khatab ra. Rasulullah saw. bersabda,: “Sesungguhnya Allahswt. akan mengangkat derajat suatu kaum dengan kitab ini (Al-Qur’an), dengan dengannya pula Allah akan merendahkan kaum yang lain.” (HR. Muslim)

6. Mendapatkan sakinah, rahmat, dikelilingi malaikat, dan dipuji Allah di hadapan makhluk-Nya.

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah-rumah Allah untuk melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dan mempelajarinya, melainkan akan turun kepada mereka ketengangan, akan dilingkupi pada diri mereka dengan rahmat, akan dilingkari oleh para malaikat, dan Allah pun akan menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di dekat-Nya.” (HR. Muslim)

Keutamaan mengkhatamkan al-Qur’an

a. Merupakan amalan yang paling dicintai Allah

Dari Ibnu Abbas ra, beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi)

b. Orang yang mengikuti khataman Al-Qur’an, seperti mengikuti pembagian ghanimah

Dari Abu Qilabah, Rasulullah saw. mengatakan, “Barangsiapa yang menyaksikan (mengikuti) bacaan Al-Qur’an ketika dibuka (dimulai), maka seakan-akan ia mengikuti kemenangan (futuh) fi sabilillah. Dan barangsiapa yang mengikuti pengkhataman Al-Qur’an maka seakan-akan ia mengikuti pembagian ghanimah.” (HR. Addarimi)

c. Mendapatkan doa/shalawat dari malaikat

Dari Mus’ab bin Sa’d, dari Sa’d bin Abi Waqas, beliau mengatakan, “Apabila Al-Qur’an dikhatamkan bertepatan pada permulaan malam, maka malaikat akan bersalawat (berdoa) untuknya hingga subuh. Dan apabila khatam bertepatan pada akhir malam, maka malaikat akan bershalawat/ berdoa untuknya hingga sore hati.” (HR. Addarimi.)

d. Mengikuti sunnah Rasulullah saw.

Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan sunnah Rasulullah saw. Hal ini tergambar dari hadits berikut: Dari Abdullah bin Amru bin Ash, beliau berkata, “Wahai Rasulullah saw., berapa lama aku sebaiknya membaca Al-Qur’an?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam satu bulan.” Aku berkata lagi, “Sungguh aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam dua puluh hari.” Aku berkata lagi, “Aku masih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima belas hari.” “Aku masih lebih mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam sepuluh hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Beliau menjawab, “Khatamkanlah dalam lima hari.” Aku menjawab, “Aku masih lebih mampu lagi, wahai Rasulullah.” Namun beliau tidak memberikan izin bagiku. (HR. Tirmidzi)

Waktu mengkhatamkan Al-Qur’an

a. Keutamaan waktu yang dibutuhkan untuk mengkhatamkan Al-Qur’an

Dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Rasulullah saw., beliau berkata, “Puasalah tiga hari dalam satu bulan.” Aku berkata, “Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai Rasulullah.” Namun beliau tetap melarang, hingga akhirnya beliau mengatakan, “Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan bacalah Al-Qur’an (khatamkanlah) dalam sebulan.” Aku berkata, “Aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau terus malarang hingga batas tiga hari. (HR. Bukhari)

Hadits ini menunjukkan batasan waktu paling minimal dalam membaca Al-Qur’an. Karena dalam hadits lain terkadang beliau membatasi hanya boleh dalam 5 hari, dan dalam hadits yang lain dalam tujuh hari. Maka dari sini dapat disimpulkan, batasan paling cepat dalam mengkhatamkan Al-qur’an adalah tiga hari.

b. Larangan untuk mengkhatamkan kurang dari tiga hari

Hadits di atas juga mengisyaratkan larangan Rasulullah saw. untuk mengkhatamkan Al-Qur’an kurang dari tiga hari. Hikmah di balik larangan tersebut, Rasulullah saw. katakan dalam hadits lain sebagai berikut:

Dari Abdullah bin Amru, beliau mengatakan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan dapat memahami/menghayati Al-Qur’an, orang yang membacanya kurang dari tiga hari.” (HR. Abu Daud)

c. Rasulullah saw. tidak pernah mengkhatamkan Al-Qur’an dalam satu malam

Dari Aisyah ra, beliau mengatakan, “Aku tidak pernah tahu Rasulullah saw. mengkhatamkan Al-Qur’an secara keseluruhan pada malam hingga fajar.” (HR. Ibnu Majah)

Sunnah dalam teknis mengkhatamkan Al-Qur’an

Adalah Anas bin Malik, beliau memiliki kebiasaan apabila telah mendekati kekhataman dalam membaca Al-Qur’an, beliau menyisakan beberapa ayat untuk mengajak keluarganya guna mengkhatamkan bersama.

Dari Tsabit al-Bunnani, beliau mengatakan bahwa Anas bin Malik jika sudah mendekati dalam mengkhatamkan Al-Qur’an pada malam hari, beliau menyisakan sedikit dari Al-Qur’an, hingga ketika subuh hari beliau mengumpulkan keluarganya dan mengkhatamkannya bersama mereka. (HR. Darimi)

Hikmah yang dapat dipetik dari hadits Anas di atas, adalah bahwa ketika khatam Al-Qur’an merupakan waktu yang mustajab untuk berdoa kepada Allah. Dengan mengumpulkan seluruh anggota keluarga, akan dapat memberikan berkah kepada seluruh anggota keluarga. Karena, semuanya berdoa secara bersamaan kepada Allah mengharapkan rahmat dan berkah dari-Nya.

Kiat-Kiat Agar Senantiasa Dapat Mengkhatamkan Al-Qur’an

Ada beberapa kiat yang barangkali dapat membantu dalam mengkhatamkan Al-Qur’an, di antaranya adalah:

1. Memiliki ‘azam’ yang kuat untuk dapat mengkhatamkannya dalam satu bulan. Atau dengan kata lain memiliki azam untuk membacanya satu juz dalam satu hari.

2. Melatih diri dengan bertahap untuk dapat tilawah satu juz dalam satu hari. Misalnya untuk sekali membaca (tanpa berhenti) ditargetkan setengah juz, baik pada waktu pagi ataupun petang hari. Jika sudah dapat memenuhi target, diupayakan ditingkatkan lagi menjadi satu juz untuk sekali membaca.

3. Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca Al-Qur’an yang tidak dapat diganggu gugat, kecuali jika terdapat sebuah urusan yang teramat sangat penting. Hal ini dapat membantu kita untuk senantiasa komitmen membacanya setiap hari. Waktu yang terbaik menurut penulis adalah ba’da subuh.

4. Menikmati bacaan yang sedang dilantunkan oleh lisan kita. Lebih baik lagi jika kita memiliki lagu tersendiri yang stabil, yang meringankan lisan kita untuk melantunkannya. Kondisi seperti ini membantu menghilangkan kejenuhan ketika membacanya.

5. Usahakan untuk senantiasa membersihkan diri (baca: berwudhu’) terlebih dahulu sebelum kita membaca Al-Qur’an. Karena kondisi berwudhu’, sedikit banyak akan membantu menenangkan hati yang tentunya membantu dalam keistiqamahan membaca Al-Qur’an.

6. Membaca-baca kembali mengenai interaksi generasi awal umat Islam, dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an, baik dari segi tilawah, pemahaman ataupun pengaplikasiannya.

7. Memberikan iqab atau hukuman secara pribadi, jika tidak dapat memenuhi target membaca Al-Qur’an. Misalnya dengan kewajiban infaq, menghafal surat tertentu, dan lain sebagainya, yang disesuaikan dengan kondisi pribadi kita.

8. Diberikan motivasi dalam lingkungan keluarga jika ada salah seorang anggota keluarganya yang mengkhatamkan al-Qur’an, dengan bertasyakuran atau dengan memberikan ucapan selamat dan hadiah.

Mengkhatamkan Al-Qur’an merupakan sifat Rasulullah, para sahabat, salafuna shaleh, dan orang-orang mukmin yang memiliki ketakwaan kepada Allah. Seyogyanya, kita juga dapat memposisikan Al-Qur’an sebagaimana mereka memiliki semangat, meskipun kita jauh dari mereka.

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (An-Ankabut: 69).

29 Mei 2009

Islam dan Science



Akhir2 ini berita gembira bisa dinikmati oleh para Cendekiawan Muslim (Moslem Scholar ) karena para Ilmuwan (Scientist ) sudah banyak yang mempercayai adanya Allah berdasarkan analisa keilmuan mereka (golongan Ilmuwan baikdari kalangan Ilmu-ilmu exact maupun dari kalanganIlmu-ilmu sosial). Meskipun ada juga yang tetap atheis yaitu dari golongan "seeing is believing", pingin lihat bukti langsung adanya Allah kasat mata. Adapaun obyek yang mereka telaah yang populer ada 7 sbb;

Bumi berputar dengan kecepatan 1000 mil/jam pada sumbunya. Mengapa 1000 mil/jam ? kalau saja hanya 160 mil/jam berarti lamanya siang dan malam akan 10 kali lebih lama alias 240 jam. kemudian panasany matahri selama 240 jam ini akan membakar semua tumbuh2an dan makhluk didtidakunia, sebaliknya dengan malam selama 240 jam, semua akan membeku !

Matahari panasnya 12.000 derajat F dan jaraknya cukup jauh dengan bumi, sehingga kita semua enak ! kalau saja matadhari hanya memberikan 1/2 panasnya dari keadaan sekarang, maka dunia akan membeku ! Ingat juga bahwa poros bumi membentuk sudut 23derajat dengan garis vertikal. mengapa 23 derajat ? kalau saja vertikal tidak ada deklinasi, maka uap air yang terbentu dilautan karena panasnya matahari akan berkumpul di kedua kutub saja dan membentuk benmua es yang makin besar dari waktu kwe waktu, tidak tersebar seperti sekarang ini. kemudian kalau jarak buan dengan bumi tidak seperti sekarang, tarohlah lebih dekat, akan terjadi gelombang pasang surut yang mematikan dan menghancurkan.

Berdasarkan fakta ini maka para Ilmuwan sependapat bahwa mesti ada yang mengatur "Universal intelligent " ini, siapa lagi kalau bukan Allah the Almighty .


Jutaan species dari Flora dan Fauna dengan segala keunikannya dan kespesifikannya sukar diterima kalau itu tidak ada yang mengatur. Semua ada pola, siklus, spesifik,seimbang,dll. tentu ada Universal Itelligent yang mengatur. Ya, siapa lagi kalau bukan Allah !


Kebijaksanaan dunia binatang yang selalu mempunyai instink yang menakjubkan, meskipun mereka tidak dilengkapi dengan akal adalah sangat menakjubkan. perhatikan kehidupan ikan Salmon yang hidup sekian tahun di laut, lalu hijrah ke hulu sungai didarat, sangat terpola dan bersiklus. Amuba, bacteri,virus,dlll. Ach pasti semuanya ada yang mengatur. Universal Iintelligent lagi. ya, tentulah Allah !


Manusia mempunyai instink lebih super dari binatang. Mengapa ? Karena ada seseorang yang membedakannya ! Siapa ? Universal Iintelligent yaitu Allah ! Para ilmuwan menyebutnya "the power of reason"


Diketahuinya "gene" yang mikroskopis yang membedakan mahluk dari satu dengan yang lainnya. Sukar diterima akal kalau tidak ada yang mengatur. Ini pasti kerjaan Universal Iintelligent, Allah yang Maha Besar !


Setiaap makhluk selalu dicipatakan "antinya" untuk tidak berkembang tidak terkontrol. Contoh di Australia pernah ada yang membawa Cactus awal 1900, kemudian ternyata tumbuh sangat cepat dan tidak terkendali menyerang pemukiman penduduk. Par Ilmuwan menemukan bahwa predatornya yaitu sejenis insek, tidak terbawa. maka didatangkanlah dari Mexico. sekarang tumbuhnya terkendali, Australia aman dari serangan Cactus !


Allah tidak kelihatan, tapi manusia bisa mngetahui bahwa Allah itu ada !Ini yang dinamakan "power of concept" and "power of imagination". Dikenallah istilah "spiritual reality". Mengapa otak manusia begitu super. pasti kerjaanya Universal Iintelligent , ya Allahku !
Dalam berbagai kajian, diramalkan Ilmuwan seperti inilah nyang nantinya akan ikut menopang adanya keesaan Allah, dan bagi Cendekiawan Muslim (Moslem Scholar) dan Ilmuwan Muslim (Moslem Scientist) merupakan tantangan untuk lebih mempromosikan Syiar Islam dengan cara yang lebih konseptual, universal, rasional dan Islami, karena support awal sudah ada. Ketujuh alasan Ilmuwan itu pernah diterbitkan di majalah Reader Digest 1948 dan diulang tahun 1960 oleh Cressy Morrison. Wassalam.

Islam dan Science



Akhir2 ini berita gembira bisa dinikmati oleh para Cendekiawan Muslim (Moslem Scholar ) karena para Ilmuwan (Scientist ) sudah banyak yang mempercayai adanya Allah berdasarkan analisa keilmuan mereka (golongan Ilmuwan baikdari kalangan Ilmu-ilmu exact maupun dari kalanganIlmu-ilmu sosial). Meskipun ada juga yang tetap atheis yaitu dari golongan "seeing is believing", pingin lihat bukti langsung adanya Allah kasat mata. Adapaun obyek yang mereka telaah yang populer ada 7 sbb;

Bumi berputar dengan kecepatan 1000 mil/jam pada sumbunya. Mengapa 1000 mil/jam ? kalau saja hanya 160 mil/jam berarti lamanya siang dan malam akan 10 kali lebih lama alias 240 jam. kemudian panasany matahri selama 240 jam ini akan membakar semua tumbuh2an dan makhluk didtidakunia, sebaliknya dengan malam selama 240 jam, semua akan membeku !

Matahari panasnya 12.000 derajat F dan jaraknya cukup jauh dengan bumi, sehingga kita semua enak ! kalau saja matadhari hanya memberikan 1/2 panasnya dari keadaan sekarang, maka dunia akan membeku ! Ingat juga bahwa poros bumi membentuk sudut 23derajat dengan garis vertikal. mengapa 23 derajat ? kalau saja vertikal tidak ada deklinasi, maka uap air yang terbentu dilautan karena panasnya matahari akan berkumpul di kedua kutub saja dan membentuk benmua es yang makin besar dari waktu kwe waktu, tidak tersebar seperti sekarang ini. kemudian kalau jarak buan dengan bumi tidak seperti sekarang, tarohlah lebih dekat, akan terjadi gelombang pasang surut yang mematikan dan menghancurkan.

Berdasarkan fakta ini maka para Ilmuwan sependapat bahwa mesti ada yang mengatur "Universal intelligent " ini, siapa lagi kalau bukan Allah the Almighty .


Jutaan species dari Flora dan Fauna dengan segala keunikannya dan kespesifikannya sukar diterima kalau itu tidak ada yang mengatur. Semua ada pola, siklus, spesifik,seimbang,dll. tentu ada Universal Itelligent yang mengatur. Ya, siapa lagi kalau bukan Allah !


Kebijaksanaan dunia binatang yang selalu mempunyai instink yang menakjubkan, meskipun mereka tidak dilengkapi dengan akal adalah sangat menakjubkan. perhatikan kehidupan ikan Salmon yang hidup sekian tahun di laut, lalu hijrah ke hulu sungai didarat, sangat terpola dan bersiklus. Amuba, bacteri,virus,dlll. Ach pasti semuanya ada yang mengatur. Universal Iintelligent lagi. ya, tentulah Allah !


Manusia mempunyai instink lebih super dari binatang. Mengapa ? Karena ada seseorang yang membedakannya ! Siapa ? Universal Iintelligent yaitu Allah ! Para ilmuwan menyebutnya "the power of reason"


Diketahuinya "gene" yang mikroskopis yang membedakan mahluk dari satu dengan yang lainnya. Sukar diterima akal kalau tidak ada yang mengatur. Ini pasti kerjaan Universal Iintelligent, Allah yang Maha Besar !


Setiaap makhluk selalu dicipatakan "antinya" untuk tidak berkembang tidak terkontrol. Contoh di Australia pernah ada yang membawa Cactus awal 1900, kemudian ternyata tumbuh sangat cepat dan tidak terkendali menyerang pemukiman penduduk. Par Ilmuwan menemukan bahwa predatornya yaitu sejenis insek, tidak terbawa. maka didatangkanlah dari Mexico. sekarang tumbuhnya terkendali, Australia aman dari serangan Cactus !


Allah tidak kelihatan, tapi manusia bisa mngetahui bahwa Allah itu ada !Ini yang dinamakan "power of concept" and "power of imagination". Dikenallah istilah "spiritual reality". Mengapa otak manusia begitu super. pasti kerjaanya Universal Iintelligent , ya Allahku !
Dalam berbagai kajian, diramalkan Ilmuwan seperti inilah nyang nantinya akan ikut menopang adanya keesaan Allah, dan bagi Cendekiawan Muslim (Moslem Scholar) dan Ilmuwan Muslim (Moslem Scientist) merupakan tantangan untuk lebih mempromosikan Syiar Islam dengan cara yang lebih konseptual, universal, rasional dan Islami, karena support awal sudah ada. Ketujuh alasan Ilmuwan itu pernah diterbitkan di majalah Reader Digest 1948 dan diulang tahun 1960 oleh Cressy Morrison. Wassalam.

ISLAM LIBERAL



Islam liberal adalah nama sebuah gerakan dan aliran pemikiran yang bermula dari sebuah ajang kongkow-kongkow di Jalan Utan Kayu 69H, Jakarta Timur. Tempat ini sejak 1996 menjadi ajang pertemuan para seniman sastra, teater, musik, film, dan seni rupa.

Di tempat itu pula Institut Studi Arus Informasi (ISAI) yang salah satu motor utamanya Ulil Abshar Abdalla berkantor. Bersama Goenawan Mohammad (mantan pemimpin redaksi Tempo) serta sejumlah pemikir muda seperti Ahmad Sahal, Ihsan Ali Fauzi, Hamid Basyaib dan Saiful Mujani, Ulil kerap menggelar diskusi bertema ‘pembaruan’ pemikiran Islam. Setelah berdiskusi sekian lama pada akhir 1999 Ulil dan kawan-kawan sepakat memperkenalkan serta mengkampanyekan pemikiran mereka dengan bendera Islam Liberal. Lalu untuk mengintensifkan kampanyenya mereka membentuk wadah Jaringan Islam Liberal (JIL) pada Maret 2001.

Dengan ditunjang kucuran dana dari Asia Foundation kampanye Islam liberal gencar dilancarkan melalui berbagai cara. Mulai dari forum kajian dan diskusi, media cetak hingga media elektronik. Media internet juga tak ketinggalan mereka garap. Mula-mula dengan membuat forum diskusi internet
(mailing list) kemudian dilanjutkan dengan membuat situs web, alamatnya www.islamlib.com.

Kampanye lewat media cetak dilakukan sangat gencar. Selain melalui majalah seperti Tempo dan Gatra, JIL mendapat porsi publikasi besar di koran Jawa Pos dan 40 koran daerah yang tergabung dalam Jawa Pos-Net. Dengan nama rubrik Kajian Utan Kayu, setiap hari Ahad JIL mendapat jatah satu halaman penuh untuk diisi tulisan para pengusung ide Islam liberal, antara lain Nurcholish Madjid, Azyumardi Azra, Jalaluddin Rakhmat dan Masdar F Mas’udi.

Kampanye melalui media elektronik mula-mula cuma disuarakan melalui kantor berita radio 68H yang mengudarakan dialog interaktif setiap Kamis sore. Belakangan siaran itu kemudian di-relay oleh tak kurang 15 stasiun radio se-Indonesia yang tergabung dalam jaringan 68H, sehingga dapat disimak oleh para pendengar dari Aceh hingga Manado. Di Jakarta siaran JIL di-relay oleh stasiun radio dangdut Muara FM.

Adapun istilah Islam liberal dipilih oleh kalangan JIL untuk menamakan gerakan dan pemikiran mereka, nampaknya lantaran mereka mendapat insipirasi dari buku Liberal Islam: A Sourcebook karya Chares Kurzman (edisi bahasa Indonesia berjudul Wacana Islam Liberal: Pemikiran Islam Kontemporer tentang isu-isu Global, diterbitkan oleh Paramadina), sebab dari buku itu pula JIL meminjam enam agenda rumusan Charles Kurzman. Enam isu itu: antiteokrasi, demokrasi, hak-hak perempuan, hak-hak non-Muslim, kebebasan berpikir dan gagasan tentang kemajuan.

Anti Islam Kaffah
Mengapa JIL begitu gencar menyebarluaskan pemikirannya? Seperti diakui oleh para pentolannya, meski nama Islam liberal baru dikenal belakangan ini, sebenarnya Islam liberal bukanlah suatu pemikiran baru. Di Indonesia pemikiran Islam liberal telah dirintis oleh antara lain Harun Nasution, Nurcholish Madjid, Munawir Sjadzali dan Abdurrahman Wahid. Mereka adalah orang-orang yang sejak tahun 1970-an dan 1980-an menggelindingkan ide ‘pembaruan Islam’, berupa Islam rasional, dekonstruksi syariah dan sekulerisasi.

Namun, kata Ulil Abshar kepada Gatra, para perintis itu gagal memasyarakatkan gagasan Islam liberal ke masyarakat. Kegagalan itu antara lain karena tidak adanya pengorganisasian secara sistematis. Atau, menurut Luthfi Assyaukanie, gerakan Islam liberal sebelum ini terlalu elitis.
Gagasan itu lebih banyak dibawa kalangan akademisi dan peneliti yang tak mengakar ke masyarakat, sehingga opini publik tetap dikuasai oleh kalangan Islam ‘konservatif’ yang memiliki jaringan kuat dan mengakar ke masyarakat.

Karena itu, kalangan JIL merasa perlu memiliki jaringan kuat agar pemikiran liberal bisa berkompetisi dengan pemikiran kaum revivalis. Dengan kata lain, Islam liberal adalah tandingan Islam revivalis. Apa beda Islam liberal dan Islam revivalis? Charles Kurzman mendefinisikan, Islam revivalis berusaha mengembalikan kemurnian Islam seperti di zaman Rasulullah, tetapi tidak ramah dengan kehadiran modernitas. Sedangkan Islam liberal, masih kata Kurzman, menghadirkan masa lalu Islam untuk kepentingan modernitas. “Ia menghargai rasionalitas,” kata Kurzman. Sebuah pengkategorian yang sangat layak diperdebatkan.

Tapi lepas dari perdebatan itu, menurut kalangan JIL, dalam konteks Indonesia, kaum revivalis adalah mereka yang mendukung penegakan syariat Islam oleh negara dan menolak sekulerisme. Sebaliknya, kaum Islam liberal adalah mereka yang mendukung sekulerisme dan menentang penegakan syariat Islam oleh negara. “Pemikiran revivalis, katakanlah begitu, tercermin dalam FPI (Front Pembela Islam), atau Laskar Jihad yang lebih kuat, atau jaringan PK (Partai Keadilan) yang lebih mengakar,” kata Ulil menyebut lawan tandingnya.

Untuk menandingi kalangan revivalis, kini JIL telah menyusun sejumlah agenda, antara lain: kampanye sekulerisasi seraya menolak konsep Islam kaffah (total) dan menolak penegakan syariat Islam, menjauhkan konsep jihad dari makna perang, penerbitan Al-Quran edisi kritis, mengkampanyekan feminisme dan kesetaraan gender serta pluralisme. “Menurut saya, beragama secara kaffah itu tidak sehat dilihat dari pelbagai segi. Agama yang ‘kaffah ’ hanya tepat untuk masyarakat sederhana yang belum mengalami ‘sofistikasi’ kehidupan seperti zaman modern. Beragama yang sehat adalah beragama yang tidak kaffah,” ungkap Ulil dalam rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos. Tapi tentu saja kalangan yang disebut revivalis juga tak akan tinggal diam.

Mereka juga telah menyusun agendanya sendiri, meski mungkin tanpa gembar-gembor kampanye seperti yang dilakukan kalangan JIL. Yang penting bekerja saja. Tinggal dilihat nanti siapa yang lebih ditolong Allah: mereka yang berjuang menegakkan syariat Allah atau mereka yang alergi kepada syariat-Nya.

SEMARAKNYA DUNIA PERDUKUNAN




Di awal Agustus 1999, salah satu koran terbitan Jakarta memuat laporan utama tentang perdukunan. Dukun/paranormal semakin laris. Fungsi dan peran mereka yang dulu ditutup - tutupi kini sengaja dibuka lebar-lebar. Kini mereka berani tampil di muka umum dan pasang iklan di media cetak atau elektronik. Praktik paranormal/dukun kini menjadi profesi, tulis harian tersebut.

Gejala lari ke dukun, paranormal atau "orang pintar" kini semakin mengakar kuat di setiap lini masyarakat. Entah berapa banyak pejabat, pengusaha, kalangan profesional, intelektual dan rakyat biasa telah menjadi konsumen atau pelanggan jasa perdukunan. Kondisi ini merupakan lahan subur bagi dunia perdukunan dan paranormal. Mereka kian gencar beriklan tentang kemampuan dan kesaktiannya yang disertai gelar atau nama yang aneh, berbau magis dan terkadang nyeleneh. Mengapa dunia perdukunan semakin subur? Ironisnya ini terjadi di masyarakat yang mengaku religius dan agamis.

Maraknya Perdukunan

Maraknya perdukunan disebabkan, di antaranya:
1. Lemah iman dan kurangnya pemahaman agama.

Lemah iman (kurangnya keyakinan bahwa Allah adalah tempat meminta segala keperluan) adalah faktor utama bagi seseorang untuk mencari alternatif lain untuk menyelesaikan permasalahan hidup. Meminta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat merupakan solusi Islami dan tepat untuk menyelesaikan masalah. Allah berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah: 153).

2. Membungkus dunia perdukunan dengan agama.

"Kami tak melakukan apa-apa, hanya berdoa kepada Allah, dan atas ridhaNyalah doa kami itu terkabul", tutur seorang paranormal di sebuah media. Ungkapan di atas dan semisalnya adalah ucapan klise yang sering keluar dari mulut paranormal/dukun. Mereka berlindung di balik kata "doa" dan nama "Allah" untuk mengelabui orang dan meyakinkan bahwa kemampuan yang dimilikinya itu adalah pemberian dari Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran agama. Untuk membantah syubhat (kerancuan) ini, perhatikanlah firman Allah:

"Iblis menjawab, 'Demi kekuasaan (izzah) Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya'." (Shad: 82).

Iblis makhluk yang telah nyata kekafirannya kepada Allah (Al-Baqarah: 24) menggunakan sifat Allah (Al-Izzah) dalam bersumpah. Maka bukan suatu hal aneh jika mereka menggunakan nama Allah, membaca (potongan) ayat-ayat Al-Qur'an sebagai mantera. Penggunaan simbol-simbol agama bukan ukuran kebenaran. Bukankah iblis yang menggunakan sifat Allah ketika bersumpah tidak menjadi pembenaran bahwa ia sesungguhnya tidak sesat dan menyesatkan. Selain itu, mereka mengatakan bahwa ilmu yang diberikan berdasar pada agama (Al-Qur'an). Tapi pada saat yang sama, mereka juga memberikan syarat, azimat dan amalan-amalan yang tidak sesuai dengan Al-Qur'an atau tidak diajarkan oleh Al-Qur'an.

3. Ajaran Sufisme

Ajaran Sufisme mempunyai andil dalam memupuk mistikisme. Lipstik agama yang membungkus ritual sufisme banyak mengelabui umat. Cerita-cerita mistik tentang hal-hal ghaib -Allah, malaikat, jin dll- banyak mewarnai ajaran mereka.

4. Animisme, dinamisme, sinkretisme

Kepercayaan masyarakat yang suka mistik adalah sisa-sisa pengaruh dari ajaran anismisme -kepercayaan kepada roh-roh yang mendiami semua benda-, dinamisme -kepercayaan bahwa segala sesuatu mempunyai kekuatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia- kemudian ajaran Hindu (tentang roh dan dewa-dewi). ( Dr. Simuh ). Termasuk budaya sinkretisme yang mencampuradukkan ajaran berbagai agama untuk mencari penyesuaian (Prof. Kusnaka Adimihardja).

Pergi ke Dukun/Paranormal

Allah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya, ada di antaranya yang sudah diketahui dan ada pula yang belum. Berobat yang sesuai syari'at dibolehkan menurut kesepakatan ulama. Tidak dibolehkan mendatangi dukun/paranormal yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang diderita dan atau kebutuhan lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:

"Barangsiapa datang ke kahin (dukun), dan percaya apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap apa yang telah diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu Daud).

Allah berfirman:

"(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu." (Al-Jin: 26).

Para dukun/paranormal tidak mempunyai "kelebihan" melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat dan menyembah jin. Kumkum (berendam) di pertemuan dua sungai, tapa (meditasi) di gua-gua, puasa, menyembelih hewan dengan kriteria tertentu adalah sebagian bentuk dari penyembahan jin. Pengobatan alternatif, pengisian ilmu kesaktian, susuk, azimat, wafak, pengasihan dan lainnya dalam praktiknya banyak menggunakan jin dan setan. Setiap praktik dukun/paranormal yang menggunakan syarat, mahar, perantara dan mantera pantas dicurigai. Lewat syarat itulah, apakah namanya susuk atau azimat, jin masuk dengan cara yang disadari atau tidak disadari.

Pergi ke dukun/paranormal adalah awal dari rentetan kesusahan. Menyelesaikan masalah dengan menambah masalah. Jin dan setan akan terus menanamkan rasa takut, gelisah dan ketergantungan bagi para konsumen dan pengguna jasanya, yang menyebabkan ia tak akan lepas dari pengaruhnya. Syarat-syarat yang beraneka ragam -dari yang tidak rutin atau rutin dikerjakan pada waktu atau tempat tertentu- itulah bukti nyata kekuasaan jin atas konsumennya.

"Dan bahwasanya ada beberapa orang di antara manusia meminta perlindungan kepada jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka rahaq." (Al-Jin: 6). Arti rahaq menurut Qatadah ialah, dosa dan menambah keberanian bagi jin pada manusia. Rahaq juga berarti ketakutan (Abul Aliyah, Ar-Rabi', dan Zaid bin Aslam). Ketika jin tahu manusia minta perlindungan karena takut pada mereka, maka jin menambahkan rasa takut dan gelisah agar manusia semakin tambah takut dan selalu minta perlindungan kepada mereka. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur'anil Azhim, 4/453).

Menjauhi Dukun/Paranormal

Kandungan arti surat Al-Falaq dan An-Nas adalah bukti bahwa jin dan setan dapat berbuat jahat terhadap manusia. Juga mengajarkan kita untuk berlindung dan minta pertolongan dari hal-hal tersebut hanya kepada Allah semata. Tindakan prefentif dengan berdzikir, berdoa sesuai tuntutan agama perlu dilakukan sebelum terjadi.

Takhayul, sihir dan adu nasib memiliki lahan yang cocok untuk berkembang dan tersebar pada lingkungan-lingkungan dan masyarakat-masyarakat yang lemah di atas manhaj yang tidak bertujuan dan beragama dengan tidak benar. Gelombang sihir, takhayul dan gejala-gejala sosial yang sakit dan ganjil disebabkan oleh jauhnya manusia dari Allah (agamaNya), serta keterikatan dan ambisi mereka terhadap dunia dan kenikmatan-kenikmatan materinya.

Kembali ke agama adalah jalan pertama dan terakhir agar terhindar dari dunia perdukunan yang penuh kesesatan dan kebohongan. ( Asri Ibnu Tsani)

25 Mei 2009

RACUN HATI

Racun atau virus ternyata tak hanya menyerang tubuh kita saja. Hati kita dalam artian maknawi pun ternyata bisa juga kesusupan makhluk yang berbahaya ini. Bedanya, kalau racun dan virus yang menyerang tubuh segera kita rasakan pengaruhnya dan tentu segera kita waspada, misalnya dengan membuang sumber racun yang ada. Namun kalau hati kita yang kena racun, kita sering tak sadar kalau telah keracunan. Bahkan mungkin sebagian besar kita tak tahu apa itu racun atau virusnya hati. Dokter di rumah sakit pun tak bisa mendiagnose atau jangan-jangan dokternya pun kena racun atau virus itu pula…
Jelasnya, racun hati berbeda dengan racun yang menyerang tubuh. Ia lebih gawat karena mengancam kelangsungan hidup pada dua kehidupan , yaitu kehidupan dunia dan akhirat. Beberapa racun hati yang mesti diwaspadai adalah:

Terlampau Banyak Bicara

Lidah kita sebenarnya bentuknya hanya kecil, namun ternyata ia punya daya rusak yang sangat hebat bila tidak dipelihara dengan syariat. Pertengkaran, permusuhan , kebencian, perceraian, bahkan peperangan bisa berlangsung akibat tidak terkendalinya kata-kata yang dimainkan oleh lidah. Di zaman kita, realita membuktikan bagaimana kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas "terlampau banyak bicara". Fitnah, adu domba, menggunjing (Ghibah) bergaung di berbagai penjuru. Tak heran apabila aktivitas ini pula yang terbanyak memasukkan orang kedalam api neraka seperti sabda nabi shallallahu alaihi wa sallam : "Dua lubang yang terbanyak memasukkan manusia ke dalam neraka, yaitu mulut dan kemaluan" (HR shahihain)

Kadang orang berucap tanpa ia pikirkan terlebih dahulu dan ia anggap hal yang sangat sepele namun berakibat ia terpuruk di api neraka. Dan kini majelis-majelis seperti ini laku dan banyak diminati oleh masyarakat. Beragam dosa lahir dari aktivitas ini, maka ia pula yang merupakan racun berbahaya yang mesti diwaspadai. Bagi seorang muslim hanya ada 2 pilihan saja yaitu berkata-kata yang baik atau diam.

Memandang hal-hal yang diharamkan

Pandangan yang haram akan membekaskan bayangan di dalam hati kita terhadap apa-apa yang kita pandang. Syaitan pun segera bermain di sana, dengan membikin hiasan-hiasan indah pada bayangan tersebut. Akibatnya akan lahir kejelekan-kejelekan yang banyak di hati kita. Sebenarnya ada muatan apa pada pandangan yang diharamkan itu…?

1. Pandangan adalah panah yang dillepaskan oleh iblis. Ketika seseorang tak menjaga pandangannya niscaya panah-panah iblis segera menancap di dalam hatinya, dan membuat luka yang menganga.

2. Syaitan masuk bersama pandangan yang diharamkan.

3. Menyibukkan hati untuk memikirkan apa yang dipandang. Hati pun lalai untuk
memikirkan kesehatan dan kebaikan hati. Akhirnya, kacau balaulah segala urusannya,karena mengikuti hawa nafsunya.

4. Mengumbar pandangan merupakan kemaksiatan kepada Allah. Karena Allah memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan muslimah untuk menjaga pandangannya : "Katakan kepada laki-laki yang beriman agar menundukkan pandangannya dan menjaga kehormatan mereka, yang demikian itu lebih suci dan bersih bagi mereka" (QS An Nur : 30)

5. Mengumbar pandangan menyebabkan kegelapan hati. Hal ini sebagaimana ditunjukkan Allah setelah memerintahkan untuk menjaga panadangan dengan firmanNya : "Allah adalah cahaya langit dan bumi"

6. Mengumbar pandangan membutakan hati dari membedakan antara kebenaran dengan kebatilan. Dan barangsiapa yang menundukkan pandangan karena Allah maka ia akan memperoleh firasat yang benar.

Kebanyakan Makan

Sederhana dalam hal makan berkorelasi dengan kelembutan hati, kekuatan pemahaman, kelembutan jiwa kelemahan hawa nafsu dan amarah. Adapun berbanyak makan akan menyebabkan hal yang berlawanan dengan hal di atas.
"Tidaklah bani Adam memenuhi suatu wadah yang lebih jelek daripada perutnya. Cukup baginya menegakkan tulang punggungnya, bila tidak maka hendaknya ia mengisi sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk nafasnya" (HR. Ahmad)

Berlebihan dalam hal makan mengundang sedemikian banyak kejelekan, karena akan menggerakkan badan untuk berbuat maksiat, memperberat ketaatan dan ibadah. Kita dapati dalam realita, betapa banyak maksiat terjadi karena kebanyakan makan. Diakhir poin ini, seorang ulama salaf mengisahkan tentang seseorang yang menasehati pemuda ahli ibadah di kalangan bani israil Janganlah kalian banyak makan, minum dan tidur yang mengakibatkan kalian banyak merugi.

Terlalu banyak bergaul

Pergaulan yang tidak didasari dengan syariat, akan menimbulkan kerusakan yang besar. Kasus yang banyak terjadi, seseorang yang semula shalih, berubah total menjadi penjahat yang luar biasa rusak karena pengaruh pergaulan yang tidak islami. Maka bagi setiap muslim hendaknya memperhatikan siapa yang akan dia jadikan kawan dekatnya yang selalu ia pergauli. (Tazkiyatun Nafs Dr. Ahmad Farid)

09 Mei 2009

LEMBUTKAN HATIMU DENGAN MENGINGAT KEMATIAN

Saudaraku yang mengharap ridho Allah Subhanahu wa Ta'ala
Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah sebuah perjalanan panjang menuju negeri keabadian. Semoga kita digolongkan ke dalam orang-orang yang sadar dan mengerti harus bagaimana menjalani hidup ini agar terhindar dari kehidupan yang sia-sia dan tanpa makna.

Perjalanan ke sebuah negeri yang tiada akhirnya. Ingatlah wahai saudaraku perbekalan yang terbaik adalah ketakwaan kita (watazawwadu fainna khoirozzaadittaqwa) QS. 2:198. Yakni dengan amal shaleh yang ikhlas dan mutaaba’ah (sesuai sunnah Rasulullah u) yang menyertaimu ketika meninggalkan dunia ini untuk menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam kematian yang pasti.
ßõáøõ äóÝúÓò ÐóÂÆöÞóÉõ ÇáúãóæúÊö
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati….” (QS. Al-Imran :185)
Memang wahai saudaraku. Perjalanan ini adalah menuju akhirat. Suatu perjalanan yang kita mohon kepada

Allah Subhanahu wa Ta'ala agar berakhir pada kenikmatan surga. Bukan neraka. Karena keagungan perjalanan menuju hari akhir inilah Rasulullah u bersabda:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang kuketahui,
niscaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (Mutaffaqun ‘alaih)
maksudnya, jika kita mengetahui hakekat ajal yang akan menjemput kita dan kedahsyatan alam kubur, kegelapan hari kiamat dan segala kesedihannya, shirot (titian) dan segala rintangannya, surga dengan segala kenikmatannya, niscaya akan memberikan motivasi kepada kita untuk mengadakan perubahan. Berubah dari kefasikan dan kekafiran menjadi keimanan, dari kemunafikan menjadi istiqamah, dari keraguan menjadi keyakinan, dari kesombongan menjadi ketawadhu’an, dari rakus menjadi rasa syukur dan sederhana, dari pemarah dan pendendam menjadi kasih sayang dan memaafkan, dari kelicikan dan kesewenangan menjadi kejujuran dan keadilan, dari kedustaan menjadi kebenaran. Jadi, perubahan diri dari sifat dan watak syaithoni dan hewani, menjadi insan Islami harus segera di mulai.

Akan tetapi kita sering lupa atau berpura-pura lupa dengan perjalanan panjang tersebut, bahkan malah memilih dunia dengan segala perangkatnya, kemewahan, kecantikan, kekayaan, kedudukan yang semua nilainya disisi Allah Y, tidak lebih dari sehelai sayap nyamuk!

Wahai yang tertipu oleh dunia…..! Wahai yang sedang berpaling dari Allah Y…! Wahai yang sedang lengah dari ketaatan kepada Rabb-nya…! Wahai yang nafsunya selalu menolak nasehat!! Wahai yang selalu berangan-angan panjang!!! Tidakkah engkau mengetahui bahwa kamu akan segera meninggalkan duniamu dan duniamu pula akan meninggalkanmu? Mana rumahmu yang megah? Mana pakaianmu yang indah? Mana aroma wewangianmu? Mana para pembantu dan familimu? Mana wajahmu yang cantik dan tampan? Mana kulitmu yang halus? Mana….?! Mana….?! Saat itu ulat dan cacing mengoyak-ngoyak dan mencerai-beraikan seluruh tubuhmu ….?!

Bersegeralah bersimpuh di hadapan Rabbul Jalil, Allah Y. Lepaskan selimut kesombongan yang menghalangi dari rahmat dan maghfirah-Nya. Kuberikan khabar gembira bagi yang berdosa, lalai dan berlebih-lebihan, agar segera berhenti dari perbuatan kemaksiatannya itu.
Saudaraku yang tercinta, siapakah diantara kita yang tak berdosa, siapa diantara kita yang tidak bersalah kepada Tuhannya? Sama sekali tidak ada, seharipun kita tidak bisa seperti malaikat yang selalu taat dan tidak berbuat maksiat sedikitpun.
Datangilah masjid dan beribadahlah di dalamnya, tegakkanlah shalat lima waktu, puasalah di bulan Ramadhan, tunaikan haji jika engkau telah mampu, zakatilah harta dan jiwamu, bimbinglah anak-anakmu dengan Al-Islam, jauhkan dirimu dan keluargamu dari bacaan/majalah/tabloid porno.
Insyafilah semua dosa-dosa, serta ingatlah …. Pintu taubat masih terbuka lebar untukmu, rahmat dan maghfirah Allah Y sangatlah luas, lebih luas dari lautan dosa. Ketahuilah bahwa Allah Y sangat senang dengan taubatmu. Ingatlah firman Allah Y:
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan hatinya.”
Rasulullah u menyampaikan satu nasehat yang mana satu nasehat ini cukup untuk menasehati setiap manusia:
ßóÝóì ÈöÇáúãóæúÊö æóÇÚöÙðÇ
“Cukuplah dengan adanya kematian sebagai penasehat (bagi kita).”
Saudaraku…., renungkanlah baik-baik risalah ini dengan pena kerinduan dan tinta air mata. Kembalilah kepada Allah Y dan Rasul-Nya u dengan manhaj (cara) yang benar. Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan-Nya dan sekuat-kuatnya untuk menjauhi larangan-Nya. Berusahalah untuk memelihara ketundukan, tawadhu’ dan syukur atas nikmat-Nya yang akan mengajakmu menuju pintu ketenangan dan kebahagiaan. Berhiaslah dengan amal shaleh dan keindahan akhlaqul karimah. Semuanya akan mempertanggungjawabkan amalannya sendiri-sendiri, maka beramal-lah!
Allah Y berfirman:
“Maka barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kebaikan, niscaya akan melihat ganjarannya. Dan barangsiapa beramal seberat biji sawi dari kemaksiatan, niscaya akan melihat siksanya.” (Az-Zalzalah: 7-8) Wallahu a’lam.
Abu Khudzaifah, Abi em. FW

Renungan
Kuningan, 1999… Dahulu, aku adalah seorang pemuda yang senang dengan dosa dan kemaksiatan, tak kulewatkan malam panjang kecuali ditemani minuman dan permainan syetan. Akan tetapi aku baru sadar ketika Allah memperlihatkanku dengan pemandangan mengerikan yang membuat mata ini menangisi akan semua kebodohan, kemaksiatan yang pernah aku lakukan. Salah seorang temanku menghadap Allah, setelah puas dengan kemaksiatan. Sebagai kawan ingin rasanya aku memberikan penghormatan terakhir kepadanya dengan mengiringinya sampai kepemakaman. Suasana hening disertai suara isak tangis keluarga mengiringinya tatkala temanku diletakkan ke dalam liang lahad yang hanya sebatas ukuran tubuhnya sebagai tempat peristirahatannya. Aku dan salah seorang laki-laki dari keluarganya ikut turun ke dalamnya untuk membantu meletakkannya.

Butir demi butir tanah mulai menutupi jasadnya hingga selesai upacara pemakaman, langkah demi langkahpun mulai meninggalkannya seorang diri. Seorang lelaki yang ikut bersamaku menurunkan jenazah terlihat gusar dan bingung. Setelah kutanya apa yang terjadi?, dia menjawab: “Kunci mobilku terjatuh!!”. Kami dan beberapa temanpun menyusuri pemakaman yang dia lalui dan kamipun tidak mendapatkannya. Setelah diingat-ingat dia sangat yakin bahwa kuncinya terjatuh di liang lahad. Karena tak ada jalan lain, setelah dibicarakan dengan yang lainnya akhirnya disepakati untuk menggali kembali kuburan. Akupun ikut pula menggali kuburan dan disaksikan hanya oleh beberapa orang. [Setelah ditemukan kuncinya] rasa heran dan penasaran mulai menghinggapi hati, karena tercium bau busuk yang sangat menjijikkan. Bagaikan petir yang menghantam dadaku ketika aku melihat sang mayat hitam legam bagaikan terbakar api yang sangat panas. Dan yang lebih mengherankan kain kafan yang dikenakannya masih tetap dalam keadaan putih bersih, hanya sedikit tersimbah darah!!? Aku merasakan jasadku tak bertulang, dan rasa takut yang sangat mulai merambat ke sekujur tubuh yang mana belum pernah aku mengalaminya tatkala berhadapan lawan sehebat apapun!!! Melihat hal yang demikian kamipun cepat-cepat menutup kembali kuburan.

“Alhamdulillah, terima kasih yaa Allah yang telah menyadarkanku melalui pandanganku.” Disela-sela do’anya setelah shalat maghrib diiringi air mata kebahagiaan dan kedamaian yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. (ASD)

01 Mei 2009

NASAB DAN KELUARGA NABI


Nasab Nabi

Ada 3 Bagian Tentang Nasab Nabi Muhammad SAW

1. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthablib (Syaibah) Bin Hasyim (Amru) Bin Abdul Manaf (Al-Mughirah) Bin Qushay (Zaid), Bin Kilap, Bin Murrah, Bin Ka’b Bin Lu’ay, Bin Gholib, Bin Fihr (Yang Berjuluk Quraisy Dan Menjadi Cikal Bakal Nama Kabilah), Bin Malik, Bin An-Nadr (yang namanya Qais), Bin Kinanah, Bin Khuzaimah, Bin Mudrikah (Yang Namanya Amir) Bin Ilyas,Bin Mudhar,Bin Nizar,Bin Ma’ad Adnan.

  1. Adnan dan Seterusnya Yaitu Bin Udad, Bin Hamaisa, Bin Salaman, Bin Aush, Bin Bauz, Bin Qimwal, Bin Ubay, Bin Aqqam, Bin Nasyi, Bin Haza, Bin Baldas, Bn Yadlf, Bin Thabikh, Bin Jahim, Bin Hahisy, Bin Makhi, Bin Aidh, Bin Abqar, Bin Ubaid, Bin Ad-Da’a, Bin Hamdan, Bin Sinbar, Bin Yatsribi, Bin Yahzan, Bin Muqshir, Bin Nahits, Bin Zarih, Bin Sumai, Bin Muzay, Bin Iqadhah, Bin Aram, Bin Qaidar, Bin Isma’il, Bin Ibrahim.

  1. Ibrahim dan Seterusnya Yairu Bin Tarih ( Yang Namanya Azar) Bin Nahur, Bin Saru’ Atau Sarugh, Bin Ra’u, Bin Falakh, Bin Aibar, Bin Syalakh, Bin Arfakhsyad, Bin Sam, Bin Nuh Alaihis-Salam Bin Lamk, Bin Matausaylakh, Bin Akhnukh Atau Idris Alaissalam, Bin Mahla’il , Bin Qainan, Bin Yanisya, Bin Syaits, Bin Adam Alaihis-Salam


KELUARGA NABI

Keluarga Rasulullah SAW dikenal dengan sebutan keluarga Hasyimiyah, yang dinisbatkan kepada kakeknya, hasim bin abdu manaf, inilah keturunan sesudahnya.

1. Hasyim

Hasyim adalah orang yang memegang urusan air minum, dan makanan duri bani abdu manaf dan dialah orang yang pertama memberikan remukan roti becampur buah kepada orang-orang yang menunaikan haji di makkah (nama aslinya amru).

Dia juga orang yang pertama membuka jalur perdagangan perdagangan dagang dua kali dalam setahun baigi orang-orang quraisy, pada musim dingin dan kemarau.

Istrinya bernama salma binti amru, dari bani bin an-najjar yang tinggal di madinah.

Hasim meninggal dunia di palestina sementara salma melahirkan abdul-muthalib

Pada tahun 497 M, dengan nama syabah (uban) dikepalanya

Hasim mempunyai 4 putra.

Asad-abu shaifi-nadhlah – abdul muthalib dan 5 (lima) putri.

Asya-syifa, khalidah, dhaifah, ruqayyah dan jannah

2. Abdul Muthalib

Sepeninggal hasyim penanganan air minum berada ditangan abdul muthalib bin abdi abdi manaf dan beliau meninggal di yaman dan abdul mauthalib menggantikan kedudukannya.

Di antara kejadian penting yang terjadi di baitul-haram

· Penggalian sumur zamzam dan peristiwa pasukan gajah.

· Gubernur yang berkuasa di yaman dari najasy bernama abrahah ash-sabbah al-habsi membangun sebuah gereja yang besar di shan’a.

· Abrahah ingin mengalihkan perhatian pusat kegiatan haji di ka’bah

· Abrahah bermaksud untuk menyerang ka’bah dengan membawa 60.000 perajurit pasukan gajah namun Allah mengirim burung ababil atas mereka dan menjatuhkan batu-batu dan tanah panas.

· Abraham mati dalam keadaan sendi-sendi tulangnya lepas sendiri, dadanya terbelah hingga terlihat jantungnya dan begitulah Allah mengirim penyakit kepadanya.

· Peristiwa ini terjadi pada bulan muharram, 50 atau 55 hari sebelum kelahiran nabi muhammad SAW lahir tepatnya akhir bulan februari/ awal bulan maret.

Abdul muthalib mempunyai 10 anak laki-laki

Al-harits,al-zubair,Abu thalib ,Abdullah,hamzah,Abu lahb,al-chaidaqi,al-muqawwim,shaffar Al-abbas _Ada yang berpendapat putranya II/13 putrinya ada 6:Ummul hakim/al-baidha,Barrah,Atikah,Shafiyyah,Arwa,gan Umaimah,

3. Abdullah

Abduullah adalah Bapak Rosullah SAW binti Amr bin A’idz bin Imran bin Maktizum bin yaqzhan bin Murrah –Abdullah adalah anak Abdul muthalib-Abdullah mendapat undian untuk di sembelih dan dikorbankan sesuai nadzar muthalib –Nama Abdullah munthalib diundi dengan se ekor 10 unta dan sampai 150 unta maka keluarlah nama unta?itu disembelih sebagai Abdullah

Nabi Muhammad SAW bersabda “Aku adalah anak-anak dua oarng yang disembelih “

29 April 2009

AGAR PUTUR TIDAK MENGHANTUI

Oleh: Tim dakwatuna.com

dakwatuna.com - “Dan berapa banyak Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Saudaraku…

Pengikut yang bertaqwa adalah mereka yang tidak menjadi lemah karena bencana, ujian, ketidakberuntungan yang menimpa mereka di jalan Allah, tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh Allah dan Allah menyukai orang-orang yang bersabar.

Ada fenomena kelesuan atau futur dalam dimensi aqidah dan umumnya terjadi karena pergeseran orientasi hidup, lebih berorientasi pada materi duniawi an sich. Dan ada juga dalam dimensi ibadah dengan lemahnya disiplin -indhibath- terhadap amaliyah ubudiyah yaumiyah (harian). Adapun dalam dimensi fikriyah terlihat dengan lemahnya semangat meningkatkan ilmu. Di sisi lain pergeseran adab islami menyelimuti akhlaq mereka, belum lagi rasa jenuh dalam mengikuti aktivitas tarbawiyah atau pembinaan keislaman dan hubungan yang terlalu longgar antar lawan jenis.

Dalam hidup akan banyak ditemui bermacam jalan. Kadang datar, kadang menurun, kadang pula meninggi. Begitu pula dalam perjalanan dakwah. Ada saatnya para muharrik (orang yang bergerak) menemui jalan yang lurus dan mudah. Namun tidak jarang menjumpai onak dan duri. Hal demikian juga terjadi pada muharrik. Suatu saat ia memiliki kondisi iman yang tinggi. Di saat lain, iapun dapat mengalami degradasi iman. Tabiat manusia memang menggariskan demikian.

Dalam kondisi iman yang turun ini, para muharrik kadang terkena satu penyakit yang membahayakan kelangsungan gerang langkah dakwah. Yaitu penyakit futur atau kelesuan.

Saudaraku…

Futur berarti putusnya kegiatan setelah kontinyu bergerak atau diam setelah bergerak, atau malas, lamban dan santai setelah sungguh-sungguh.

Terjadinya futur bagi muharrik, sebenarnya merupakan hal yang wajar. Asal saja tidak mengakibatkan terlepasnya muharrik dari roda dakwah. Hanya malaikat yang mampu kontinyu mengabdi kepada Allah dengan kualitas terbaik.

Firman Allah, “dan kepunyaan-Nyalah segala apa yang di langit dan di bumi dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya, mereka tiada mempunyai rasa angkuh untuk menyembah-Nya dan tidak pula merasa letih. Mereka selalu bertasbih malam dan siang tiada hentinya.” (Al-Anbiya: 19-20)

Karena itu Rasulallah sering berdoa:

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku akhirnya. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik amalku keridhaan-Mu. Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik hariku saat bertemu dengan-Mu.”

Penyebab Futur

Walaupun futur merupakan hal yang mungkin terjadi bagi muharrik, ada beberapa penyebab yang dapat menyegerakan timbulnya:

Pertama, berlebihan dalam din (Bersikap keras dan berlebihan dalam beragama)

Berlebihan pada suatu jenis amal akan berdampak kepada terabaikannya kewajiban-kewajiban lainnya. Dan sikap yang dituntut pada kita dalam beramal adalah washathiyyah atau sedang dan tengah-tengah agar tidak terperangkap dalam ifrath dan tafrith (mengabaikan kewajiban yang lain).

Dalam hadits yang lain Rasul bersabda:

“Sesungguhnya Din itu mudah, dan tidaklah seseorang mempersulitnya kecuali akan dikalahkan atau menjadi berat mengamalkannya.” (H.R. Muslim)

Karena itu, amal yang paling di sukai Allah swt. adalah yang sedikit dan kontinyu.

Kedua, berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. (Berlebihan dan melampaui batas dalam mengkonsumsi hal-hal yang diperbolehkan)

Mubah adalah sesuatu yang dibolehkan. Namun para sahabat sangat menjaganya. Mereka lebih memilih untuk menjauhkan diri dari hal yang mubah karena takut terjatuh pada yang haram. Berlebihan dalam makanan menyebabkan seseorang menjadi gemuk. Kegemukan akan memberatkan badan. Sehingga orang menjadi malas. Malas membuat seseorang menjadi santai. Dan santai mengakibatkan kemunduran. Karena itu secara keseluruhan hal ini bisa menghalangi dalam amal dakwah.

Ketiga, memisahkan diri dari kebersamaan atau jamaah (Mengedepankan hidup menyendiri dan berlepas dari organisasi atau berjamaah)

Jauhnya seseorang dari berjamaah membuatnya mudah didekati syaitan. Rasul bersabda: “Setan itu akan menerkam manusia yang menyendiri, seperti serigala menerkam domba yang terpisah dari kawanannya.” (H.R. Ahmad)

Jika setan telah memasuki hatinya, maka tak sungkan hatinya akan melahirkan zhan (prasangka) yang tidak pada tempatnya kepada organisasi atau jamaah. Jika berlanjut, hal ini menyebabkan hilangnya sikap tsiqah (kepercayaan) kepada organisasi atau jamaah.

Dengan berjamaah, seseorang akan selalu mendapatkan adanya kegiatan yang selalu baru. Ini terjadi karena jamaah merupakan kumpulan pribadi, yang masing-masing memiliki gagasan dan ide baru. Sedang tanpa jamaah seseorang dapat terperosok kepada kebosanan yang terjadi akibat kerutinan. Karena itu imam Ali berkata: “Sekeruh-keruh hidup berjamaah, lebih baik dari bergemingnya hidup sendiri.”

Keempat, sedikit mengingat akhirat (Lemah dalam mengingat kematian dan kehidupan akhirat)

Saudaraku…

Banyak mengingat kehidupan akhirat membuat seseorang giat beramal. Selalu diingat akan adanya hisab atas setiap amalnya. Kebalikannya, sedikit mengingat kehidupan akhirat menyulitkan seseorang untuk giat beramal. Ini disebabkan tidak adanya pemacu amal berupa keinginan untuk mendapatkan ganjaran di sisi Allah pada hari yaumul hisab nanti. Karena itu Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Kelima, melalaikan amalan siang dan malam (Tidak memiliki komitmen yang baik dalam mengamalkan aktivitas ’ubudiyah harian)

Pelaksanaan ibadah secara tekun, membuat seseorang selalu ada dalam perlindungan Allah. Selalu terjaga komunikasi sambung rasa antara ia dengan Allah swt. Ini membuatnya mempersiapkan kondisi ruhiyah atau spiritual yang baik sebagai dasar untuk bergerak dakwah. Namun sebaliknya, kelalaian untuk melaksanakan amalan, berupa rangkaian ibadah baik yang wajib maupun sunnah, dapat membuat seseorang terjerumus untuk sedikit demi sedikit merenggangkan hubungannya dengan Allah. jika ini terjadi, maka sulit baginya menjaga kondisi ruhiyah dalam keadaan taat kepada Allah. kadang hal ini juga berkaitan dengan kemampuan untuk berbicara kepada hati. Dakwah yang benar, selalu memulainya dengan memanggil hati manusia, sementara sedikitnya pelaksanaan ibadah membuatnya sedikit memiliki cahaya.

Allah berfirman: “Barang siapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, tiadalah ia mempunyai cahaya sedikit pun.” (An-Nur: 40)

Keenam, masuknya barang haram ke dalam perut (Mengkonsumsi sesuatu yang syubhat, apalagi haram)

Ketujuh, tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan. (Tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi berbagai rintangan dan tantangan dakwah)

Setiap perjuangan selalu menghadapi tantangan. Haq dan bathil selalu berusaha untuk memperbesar pengaruhnya masing-masing. Akan selalu ada orang-orang Pendukung Islam. Di lain pihak akan selalu tumbuh orang-orang pendukung hawa nafsu. Dan dalam waktu yang Allah kehendaki akan bertemu dalam suatu “fitnah”. Dalam bahasa Arab, kata “fitnah” berasal dari kata yang digunakan untuk menggambarkan proses penyaringan emas dari batu-batu lainnya. Karena itu “fitnah” merupakan sunnatullah yang akan mengenai para pelaku dakwah. Dengan “fitnah” Allah juga menyaring siapa hamba yang masuk golongan shadiqin dan siapa yang kadzib (dusta). Dan jika fitnah itu datang, sementara ia tidak siap menerimanya, besar kemungkinan akan terjadi pengubahan orientasi dalam perjuangannya. Dan itu membuat futur. Allah Berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu. Maka hati-hatilah kamu terhadap mereka.” (Al-Ahqaf: 14)

Kedelapan, bersahabat dengan orang-orang yang lemah (Berteman dengan orang-orang yang buruk dan bersemangat rendah)

Kondisi lingkungan (biah) dapat menentukan kualitas seseorang. Teman yang baik akan melahirkan lingkungan yang baik. Akan tumbuh suasana ta’awun atau tolong-menolong dan saling menasihatkan. Sementara teman yang buruk dapat melunturkan hamasah (kemauan) yang semula telah menjadi tekad. Karena itu Rasulullah bersabda:

“Seseorang atas diri sahabatnya, hendaklah melihat salah seorang di antara kalian siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, spontanitas dalam beramal (Tidak ada perencanaan yang baik dalam beramal, baik dalam skala individu atau fardi maupun komunitas atau jama’i)

Amal yang tidak terencana, yang tidak memiliki tujuan sasaran dan sarana yang jelas, tidak dapat melahirkan hasil yang diharapkan. Hanya akan timbul kepenatan dalam berdakwah, sementara hasil yang ditunggu tak kunjung datang. Karena itu setiap amal harus memiliki minhajiatul amal (sistematika kerja). Hal ini akan membuat ringan dan mudahnya suatu amal.

Kesepuluh, jatuh dalam kemaksiatan (Meremehkan dosa dan maksiat)

Perbuatan maksiat membuat hati tertutup dengan kefasikan. Jika kondisi ini terjadi, sulit diharapkan seorang juru dakwah mampu beramal untuk jamaahnya. Bahkan untuk menjaga diri sendiri pun sulit.

Cara Mengobati Kelesuan

Saudaraku…

Untuk mengobati penyakit futur ini, beberapa ulama memberikan beberapa resep.

Pertama, jauhi kemaksiatan

Kemaksiatan akan mendatangkan kemungkaran Allah. Dan pada akhirnya membawa kepada kesesatan. Allah berfirman:

“Dan janganlah kamu melampaui batas yang menyebabkan kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barang siapa ditimpa musibah oleh kemurkaan-Ku, maka binasalah ia.” (Thaha: 81)

Jauh dari kemaksiatan akan mendatangkan hidup yang akan lebih berkah. Dengan keberkahan ini orang dapat terhindar dari penyakit futur. Allah berfirman:

“Jikalau penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami melimpahkan kepada mereka keberkahan dari langit dan dari bumi.” (Al-A’raf: 96)

Kedua, tekun mengamalkan amalan siang dan malam

Amalan siang dan malam dapat melindungi dan menjaga pelaku dakwah untuk selalu berhubungan dengan Allah swt. Hal ini dapat menjauhkannya dari perbuatan yang tidak mendapat restu dari Allah.

Allah berfirman:

“Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu, ialah orang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang (mengandung) keselamatan. Dan orang-orang yang melalui malam harinya dengan bersujud dan berdiri untuk Rabb mereka.” (Al-Furqan: 63-64)

Ketiga, mengintai waktu-waktu yang baik

Dalam banyak hadits Rasulullah saw. banyak menginformasikan adanya waktu-waktu tertentu dimana Allah swt. lebih memperhatikan doa hamba-Nya. Sepertiga malam terakhir, hari Jum’at, antara dua khutbah, ba’da Ashar hari Jum’at, bulan Ramadhan, bulan Zulqaedah, Zulhijjah, Muharram, rajab dll. Waktu-waktu itu memiliki keistimewaan yang dapat mengangkat derajat seseorang di hadapan Allah.

Keempat, menjauhi hal-hal yang berlebihan.

Berlebihan dalam kebaikan bukan merupakan tindakan bijaksana. Apalagi berlebihan dalam keburukan. Allah memerintah manusia sesuai dengan kemampuannya.

Firman Allah:

“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kesanggupanmu!” (At-Taghabun: 6)

Islam adalah Din tawazun (keseimbangan). Disuruhnya pemeluknya memperhatikan akhirat, namun jangan melupakan kehidupan dunia. Seluruh anggota tubuh dan jiwa mempunyai haknya masing-masing yang harus ditunaikan. Dalam ayat lain Allah berfirman:

“Demikianlah kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan (adil) dan pilihan. (Al-Baqarah: 143)

Kelima, melazimi Jamaah

“Berjamaah itu rahmat, Firqah (perpecahan) itu azab.” demikian sabda Rasulullah. Dalam hadits yang lain beliau bersabda: “Barangsiapa yang menghendaki tengahnya surga, hendaklah ia melazimi jamaah.”

Dengan jamaah seorang muharrik akan selalu berada dalam majelis dzikir dan pikir. Hal ini membuatnya selalu terikat dengan komitmennya semula. Juga jamaah dapat memberikan program dan kegiatan yang variatif. Sehingga terhindarlah ia dari kebosanan dan rutinitas.

Keenam, mengenal kendala yang akan menghadang

Saudaraku…

Pengetahuan pelaku dakwah dan pejuang akan tabiat jalan yang hendak dilalui serta rambu-rambu yang ada, akan membuatnya siap, minimal tidak gentar, untuk menjalani rintangan yang akan datang. Allah berfirman:

“Dan beberapa banyak Nabi yang berperang bersama mereka sebagian besar karena bencana yang menimpa di jalan Allah, dan tidak pula lesu dan tidak pula menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 146)

Ketujuh, teliti dan sistemik dalam kerja.

Dengan perencanaan yang baik, Pembagian tugas yang jelas, serta kesadaran akan tanggung jawab yang diemban, dapat membuat harakah menjadi harakatul muntijah (harakah yang berhasil). Perencanaan akan menyadarkan pejuang, bahwa jalan yang ditempuh amat panjang. Tujuan yang akan dicapai amat besar. Karena itu juga dibutuhkan waktu, amal dan percobaan yang besar. Jika ini semua telah dimengerti, insya Allah akan tercapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan.

Kedelapan, memilih teman yang shalih

Rasulullah bersabda:

“Seseorang tergantung pada sahabatnya, maka hendaklah ia melihat dengan siapa ia berteman.” (H.R. Abu Daud)

Kesembilan, menghibur diri dengan hal yang mubah

Bercengkerama dengan keluarga, mengambil secukupnya kegiatan rekreatif serta memberikan hak badan secara cukup mampu membuat diri menjadi segar kembali untuk melanjutkan amal yang sedang dikerjakan.

Kesepuluh, mengingat mati, surga dan neraka

Rasulullah bersabda: “Jika sekiranya engkau mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya engkau akan banyak menangis dan sedikit tertawa.”

Saudaraku…

Ketahuilah, bahwa futur menyebabkan jalan dakwah yang harus di tempuh menjadi lebih panjang, sebab tidak mendapatkan ma’iyatullah (kebersamaan dan pembelaan Allah) dan daya intilaq (lompatan) kita menjadi lebih berat, baik karena borosnya biaya dan rontoknya para pejuang dan penyeru dakwah. Mudah-mudahan Allah selalu menjaga kita, Amin. Wallahu a’lam bis shawab